membaca artikel di daarut-tauhid tentang dakwah keluarga - prioritas utama (yang contentnya tidak berhubungan sama sekali dgn topik ini), jadi teringat obrolan dengan seorang teman, ika, di YM mengenai prioritas hidup. dahulukan mana yang harus didahului. Hmm jadi inget bukunya wa Willy jaman sma dulu, "put 1st thing 1st".
Benar ka, keluarga adalah yang utama. baru setelah itu pekerjaan dan social life. Tapi dalam konteks yang sedang saya alami sekarang adalah pekerjaan, keluarga dan social life.
lebih dari setengah waktu dalam sehari dihabiskan diluar rumah. Mulai dari perjalanan berangkat, bekerja, makan siang, perjalanan pulang.
delapan jam untuk tidur - seringnya kurang karena masih harus terjaga ditengah malam. Sisanya, tiga jam digunakan untuk mandi minimal sehari sekali, puppie sehari sekali dan makan. Ini kira-kira ngabisin waktu sekitar satu setengah jam.
Jadi efektif waktu saya untuk keluarga, terutama anak, adalah satu setengah jam. Aaah.. tapi ini pun tidak sepenuhnya efektif. Karena saat pulang kerja zaQi kadang sudah tertidur. Belum lagi kalau ada social life. Tidak pernah ada waktu bermain dengan zaQi.
Jadi keputusan untuk berhenti bekerja adalah tepat menurutku. Tapi ternyata tidak tepat bagi orang-orang disekelilingku. Tidak mamah, tidak diko, tidak om bos dan teman-teman.
Saya akui memang sayang jika ilmu yang udah didapet dari bangku sekolah dan pengalaman kerja di beberapa tempat tidak digunakan.
Tapi saya lebih sayang ke anak saya. Pikirkan jika anak saya tanpa pembimbing yang tepat. Pikirkan jika selama tiga belas jam dikalikan lima hari kerja saya tidak mengetahui semua hal yang dilakukan anak saya. Pikirkan ketika anak saya sakit saya tidak bisa selalu ada disampingnya dan memeluknya karena harus berkutat dengan keyboard IBM ini. Pikirkan ketika kata yang terucap pertama kali adalah bukan nama saya atau bahkan kata mamah sekalipun.
Maaf jika hal-hal yang telah saya sebutkan barusan adalah hal-hal yang tidak penting bagi anda. Tapi maaf, karena ini adalah hal yang sangat penting bagi saya. Dan maaf karena saya menolak tawaran om bos untuk tetap bekerja. Bukan saya tidak mau bekerja om, tapi saya butuh pekerjaan yang tidak menyita waktu saya bersama anak saya.
Mungkin ada juga yang bilang mengenai gaji dan benefit yang saya terima di kantor. tapi maaf, sekali lagi bukan karena tidak butuh. Saya akui, saya butuh uang itu. Tetapi saya lebih butuh ke'exist'an saya dalam diri anak saya.
Please, jangan buat saya menyesal untuk meninggalkan pekerjaan. Karena saya akan lebih menyesal jika saya gagal mendidik anak saya. Maaf, karena saya takut tidak bisa mempertanggung-jawabkan titipin tuhan saya.
No comments:
Post a Comment